[TRAVEL JOURNAL] Explore Bali - Part 3 : Pencarian Harmoni dan Bayangan Rasa...

Setelah berkontemplasi dengan alam dan kebesaran Tuhan di Ubud, perjalanan di Bali pun dilanjutkan untuk mencari makna penciptaan yang lain..

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang paling panjang, menuju sebuah daerah dataran tinggi di kawasan Bangli.. Butuh waktu 3 jam untuk sampai ke sana dari hotel di Kuta.. Udara dingin dan hujan deras menyambut langkah kaki ini di Desa Penglipuran..


Desa Penglipuran: Harmoni di Kaki Gunung

Meski hujan mengucur dengan sangat deras, rasanya sulit untuk mengurungkan niat menjelajahi desa penglipuran.. Berteduh di rumah-rumah penduduk dan pendopo untuk menunggu hujan sembari menikmati keramahan dan suguhan makanan ringan menjadi kenikmatan tersendiri di kala alam membatasi langkah kaki..



Menunggu Hujan Berhenti di Rumah Penduduk



Dewa Indra Kembali Menunjukkan Kebesarannya


Mengapa Penglipuran menjadi tempat yang paling tepat untuk menemukan makna dari harmoni ? Karena di tempat inilah kita bisa melihat bagaimana seorang manusia menjadi manusia seutuhnya.. Kita bisa belajar bagaimana cara manusia memperlakukan sesamanya sebagaimana mestinya, belajar bagaimana manusia dan alam dapat hidup berdampingan, serta belajar bagaimana manusia mengimplementasikan ajaran Ketuhanan dalam hidup mereka. Tidak ada yang merasa dirinya lebih tinggi derajatnya dari pada yang lain. Tidak ada yang merasa dirinya sebagai manusia paling suci maupun mendominasi satu sama lain. Semuanya berjalan teratur, konsisten, dan sempurna seperti layaknya putaran roda kehidupan.. 

Tak heran pula mengapa desa ini diakui sebagai Desa Paling Bersih Se-Dunia... Ada di Bali.. Marilah sejenak melupakan gadis-gadis manis berbikini, klub malam, keramaian, dan miras di daerah Selatan Bali untuk berkontemplasi dengan sesama manusia sembari menikmati berkah sang Gunung Agung.


Deretan Rumah Penduduk..
Masih Mau Pindah ke Meikarta ?



Keasrian


Pura Penglipuran


Taman Kecil Di Pekarangan



Semesta Ia Tanpa Suara


Penyambut Tamu


Hujan Di Mimpi


Angklung, Tergantung


Dari Serambi Desa


Harum Tanah


Pura Di Balik Hitam Putih

Hal lain yang terkenal dari Desa Penglipuran selain keasrian dan kebersihan desanya adalah hutan bambu.. Ketika memasuki hutan bambu, kepala ini teringat pada suatu tempat yang sangat terkenal di Jepang atau lebih tepatnya di kota Kyoto yakni Arashiyama Bamboo Forest.. Tapi karena kita di Bali, Penglipuran lah tempat di mana kalian bisa menemukan pohon bambu raksasa...


Hutan Bambu


Kanopi Bambu


Bambu-Bambu Raksasa


Di Bawah Rindangnya Bambu

Sebelum meninggalkan keasrian Penglipuran, ada satu oleh-oleh khas yang patut untuk dicoba dan menjadi signature drink atau welcome drink dari Desa Penglipuran yakni Loloh Cemcem. Waktu gue coba minum rasanya sih rada lucu.. Kenapa lucu ? Ada berbagai rasa dalam satu botol... ada manis, pedas, dan yang paling dominan asam.. Dibuat dari beragam tumbuhan (lupa apa aja) dan yang uniknya ada daging buah kelapa yang mungkin bisa menjadi netralisir rasa asam dari minuman itu sendiri.. Mengandung banyak khasiat but as I said before, rasanya lucu.. 


Loloh Cemcem Penglipuran

Akhirnya kaki ini meninggalkan Desa Penglipuran sembari ditemani guyuran hujan.. Suasana di Bangli kala itu sangat pas seperti lagu dari Banda Neira, Hujan Di Mimpi... Ketika semesta yang tidak bersuara menyapa kita dan memberikan makna tentang cinta.. Di tengah guyuran hujan dan udara yang benar-benar dingin sembari melewati deretan wisata kopi luak, perjalanan pun berhenti di sebuah restoran yang mayoritas pengunjungnya wisatawan asing... Kalau gak salah namanya KOI... Ayam bakar dan sate menjadi menu makan siang kala itu.. 



Ayam Bakar


Sate - Indonesia Style


Candi Gunung Kawi : Tempat Bertemunya Sang Raja Dengan Yang Maha Esa

Bicara mengenai harmoni, Bali adalah tempat yang paling tepat untuk mendalami apa itu harmoni. Desa Penglipuran memberikan pelajaran berharga bahwa sangat mungkin bagi manusia untuk bisa hidup berdampingan dengan alam, dengan sang kuasa, tanpa harus merusak keseimbangannya. Penglipuran merupakan wujud kongkrit dari harmoni itu dan gue meyakini bahwa apa yang terjadi di Penglipuran merupakan manifestasi dari apa yang telah terjadi di masa lampau.. Ketika kita bicara mengenai harmoni di masa lampau, maka marilah sejenak kita kembali ke Ubud, ke sebuah pahatan batu megah nan suci bernama Gunung Kawi..

Seperti saat menuju Greenbowl Beach, Goa Gajah, atau Tegalalang Rice Terrace, lagi-lagi kita dihadapkan dengan ratusan anak tangga untuk menuju situs gunung kawi.. Masuk akal mengingat candi ini letaknya di bawah bukit.. Tapi jangan khawatir, pemandangan sepanjang naik turun tangga indahnya luar biasa...


Terasering


Kembali Disajikan Teras-Teras Kehidupan


Misterius...




Aliran Kehidupan...


Memuja Keesaan


Sebuah Keagungan ...


Tempat Pertemuan Dua Dimensi...



Taman Teratai


Pancuran Rahmat

Kuta : Tak Mampu Membayangkan Rasa Di Antara Kita

Too Tired ! Naik ke Bangli, turun mengunjungi Ubud, dan kembali ke Kuta sebelum kembali ke Jakarta esok hari.. Kunjungan kali ini bukanlah yang pertama dan terus terang gue bukanlah seseorang yang mengagumi Pantai Kuta dan menjadikannya sebagai suatu keharusan kalau berkunjung ke Bali. This place is too crowded ! Kebanyakan manusia dan lapak, menjadikannya komersil sekalipun pesona sun setnya masih menggoda seperti seorang perawan.. Tapi perlu diingat, Kuta adalah seorang perawan tua ! Dan hal ini menjadi alasan bagi gue untuk lebih tertarik mengunjungi Tegal Wangi untuk berburu sun set (yang sialnya gagal di tahun 2017 ini - Hope someday I will return to Bali, visit Tegal Wangi to enjoy it's magnificent sun set and Tegalalang when it's "glory" era ! a.k.a panen padi !)  Kuta is a great place to enjoy the crowd tapi gak cocok untuk orang seperti gue yang lebih menyukai kontemplasi sembari berfilsafat.. Karena dekat hotel dan free time, sekedar iseng mampir ke Kuta... 



Kuta yang selalu ramai..


Menjelang Datangnya Purnama


It could be a great photo for a sun set, tapi awannya terlalu tebal

Malam pun lebih banyak dihabiskan di hotel sembari jajan di mcd pantai kuta yang termashyur itu... Kembali menikmati live music yang disajikan oleh hotel dan pikiran ini pun menuju ke desiran ombak di Pantai Kuta. Membayangkan betapa indahnya Kuta dahulu kala seperti yang digambarkan oleh Andre Hehanusa.. 

Kuta-ku mungkin tak seperti dahulu kala di mana mata ini melihat suatu kontradiksi dengan apa yang terjadi di Penglipuran maupun Gunung Kawi.. sebuah harmoni yang mati.. dihiasi oleh minuman keras, kebisingan, dan sebagainya..

Kuta-ku mungkin tak seperti dahulu kala ketika tangan kita tidak bisa saling menggenggam sembari diselimuti oleh pasir putih dan menatap mentari yang tenggelam...

Kuta-ku mungkin tak seperti dahulu kala ketika kita merajut kenangan indah dan kamu tak canggung memeluk erat tubuhkan sambil merayakan cinta...

Kuta-ku kini, rasanya ingin kembali menyelami syair Andre Hehanusa dan benar-benar ingin menikmatinya secara nyata, bukan lagi dalam lantunan lagu cintamu wahai bung Andre.. bukan juga di Kuta Bali, akan tetapi tempat lain seperti Greenbowl, Karma, Penida, dan yang paling kucintai Tegal Wangi.... 

Aku akan menantimu, mengajakmu, dan merayakan cinta.... di Tegal Wangi, suatu hari nanti sembari mencatatkan kenangan seperti di Kuta Bali dahulu kala..


"Bersemi dan entah akan kembali...
Mewangi dan tetap akan mewangi...
Bersama rinduku.. walau kita jauh...
Kasih
Suatu saat di Kuta Bali...."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Novena Tiga Salam Maria: Mukjizat Bunda Maria Menyertai Kita !! (Gw saksi hidupnya brow !!)

Panduan Menulis Esai Untuk Mahasiswa Baru

[BEDAH LAGU]: Chrisye - Kisah Kasih di Sekolah (2002)