Revolusi Mental dan Acara Siaturahmi dengan Dunia Usaha

Jokowi dan ISEI



Jokowi di acara ISEI
Sumber: http://img.antaranews.com/new/2015/07/ori/20150710antarafoto-presiden-menjawab-tantangan-ekonomi-090715-ym-2.jpg

Tulisan pertama di bulan Juli ini merupakan secuil bentuk dari reaksi gw setelah menonton acara "Silaturahmi Dengan Dunia Usaha: Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi" yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada tanggal 9 Juli 2015 kemarin. 

Acara tersebut merupakan semacam kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh ISEI dimana dalam diskusi yang disiarkan secara langsung tersebut, Presiden Joko Widodo seakan memaparkan pertanggungjawabannya atas kondisi perekonomian nasional dihadapan para sarjana ekonomi dan pelaku usaha. Gw pribadi tidak terlalu memperhatikan acara tersebut secara detail, namun bisa diambil sebuah kesimpulan dari pemaparan Presiden, yakni perekonomian nasional kita mengalami kelesuan. Kesimpulan ini gw tarik berdasarkan presentasi Presiden dimana beliau juga mengakui akan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Pelambatan ini bisa dikatakan terjadi karena saat ini, pemerintah sedang berupaya mengarahkan perekonomian nasional kita pada fase/siklus baru yang mana Presiden menyinggung pengalihan perekonomian dari konsumsi ke produksi, agraris ke industri, dan hal-hal lain yang gw akui kurang mengerti secara teknis. 

Menyikapi pengakuan berikut penjelasan yang dibuat Jokowi tersebut, gw gak mau memusingkan soal-soal teknis ataupun ekonomis karena gw akui gw kurang mengerti hal tersebut dalam status gw sebagai mahasiswa hukum. Gw juga uda lama gak belajar ekonomi sehingga gak terlalu mengerti hal-hal ekonomi (khususnya makro) secara mendetail layaknya mahasiswa yang belajar di bidang ekonomi. 

Tapi ada beberapa hal yang menarik pada saat Presiden memaparkan materi presentasinya maupun saat diskusi. Hal yang menarik tersebut adalah pernyataan Presiden sendiri yang garis besarnya seperti ini:

  1. " Kalau mau kondisi ekonomi negara ini maju, mau tak mau kita harus berkorban. Saya tahu hal tersebut tidak enak dan pahit, namun kita harus mengalaminya kalau mau ekonomi negara ini lebih baik dan bisa bersaing dengan negara lain" (kemudian Jokowi mencontohkan kondisi perekonomi negara lain yang saat ini mengalami kelesuan dan kebangkrutan - mungkin Yunani ?)
  2. "Dalam perbaikan dan peningkatan ekonomi, kita memerlukan proses. Gak mungkin saya bilang simsalabim (layaknya tukang sulap) lalu ekonomi kita jadi maju. Gak ada negara manapun di dunia yang ekonominya maju tanpa proses." (gw yakin, proses yang dimaksud Jokowi adalah proses yang memerlukan pengorbanan, yang gak enak dan pahit seperti yang disebut sebelumnya
Dua pernyataan sederhana yang gak menyinggung masalah ekonomi secara teknis namun mempunyai makna yang sangat besar yakni Revolusi Mental !!

Pernyataan Presiden rupanya juga menarik perhatian temen SMA gw, si Timmy Makahanap dimana Timmy bilang:
  1. "Orang Indonesia hidupnya susah, kebiasaan gak visionaris"
  2. Setelah gw sempet menyinggung revolusi mental, Timmy bilang: "Manjanya orang Indonesia kelewatan. Gak bisa sekolahin anak tapi motornya kawasaki ninja." (Kenapa orang Indonesia manja ? Kebanyakan mendapat subsidi dari pemerintah dan subsidi tersebut tidak dimaksimalkan secara maksimal tanpa adanya pemikiran atau antisipasi lebih tepatnya, mengenai bagaimana kondisi saya setelah subsidi ditarik ? - Inilah yang terjadi saat ini)
Revolusi Mental ?


Sumber: http://i.ytimg.com/vi/ar09jpDvKH4/maxresdefault.jpg

Seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya, gw pertama kali mendengar istilah revolusi mental pada saat kampanye Pemilu Presiden dan tentu aja revolusi mental ini diusung oleh pasangan Jokowi-JK. Revolusi mental menjadi sebuah hal yang menarik bagi gw seakan wacana/visi/gerakan semacam ini baru pertama kali diusung oleh pasangan Capres-Cawapres dalam kampanyenya. Tau sendiri gan kalau umumnya hal-hal yang sifatnya teknis seperti perbaikan ekonomi, pemberantasan korupsi, dsb selalu ada dalam kampanye-kampanye politik. 

Revolusi mental yang diusung oleh Jokowi-JK saat kampanye bertitik berat pada perbaikan pola pikir dan karakter rakyat Indonesia. Revolusi mental seakan menunjukan bahwa pasangan ini tidak mau bicara secara serius mengenai hal teknis. Ibaratnya yang penting memperbaiki pola pikir dan karakter rakyat terlebih dahulu. Kalau pola pikirnya bener, karakternya sudah lebih manusiawi (manusiawikah kita sebagai masyarakat terlebih manusia Indonesia ? Gw rasa tidak), baru hal-hal teknis bisa dipahami dan diterapkan. 


Makan siang bersama warga Waduk Pluit
Sumber: http://www.timlo.net/wp-content/uploads/2013/05/jokowi-traktir-warga-waduk-pluit-makan-ikan-bakar-dan-sop-iga.jpg

Revolusi mental memang baru diusung pada kampanye pemilu 2014, namun pemikiran ini sebenarnya sudah ada dari jauh-jauh hari semenjak Jokowi menjadi wali kota Solo. Singkat aja, Jokowi bisa merelokasi pedagang maupun pemukiman kumuh secara persuasif dan hal ini terbukti sukses. Beliau juga bisa menekan angka demonstrai (bukan berarti membungkam demokrasi layaknya tragedi 1998, penculikan aktivis dsb) dengan cara mengajak demonstran berdiskusi dan makan bersama (penyampaian aspirasi rakyat-pemerintah menjadi lebih efektif dan mendetail), bisa mengajak warga Solo menjadi masyarakat pejalan kaki yang berarti mengurangi penggunaan kendaraan bermotor berikut kemacetan, Jokowi juga melakukan reformasi birokrasi mulai dari reformasi sarana pendukung birokrasi (misalnya membeli komputer untuk keperluan adminsitrasi) sampai memecat pegawai nakal. 

P.S: Kalau masih gak percaya hal-hal ini atau punya kebencian yang luar biasa terhadap doi, coba rajin-rajin search google, baca berita, baca biografi Jokowi. Jangan cuman bisanya menjelek-jelekan orang tanpa tahu fakta sesungguhnya. Liat orang dari sisi positif, jangan cuman liat sisi negatifnya terus !! (Manusia amet sih lw bro) 

P.S. lagii: Soal kasus mahasiswa (dalam hal ini ketua BEM se Indonesia) yang katanya dilembekin oleh Jokowi supaya gak demo dengan cara mengajak makan, sama sekali bukan merupakan bentuk penyogokan dari Presiden menjelang peringatan reforamsi. Kalo mereka disogok, gak mungkin ada demo pada saat peringatan reformasi. Sebenernya, mereka sedang berdiskusi bersama Presiden, menyampaikan tuntutan secara persuasif dan diskusi sambil makan merupakan pola Jokowi guna menyaring aspirasi dari masyarakat.. Hal ini biasa beliau lakukan terutama saat menjadi wali kota Solo. Ketua BEM UI yang juga senior gw di FH, bang Andi menyatakan bahwa maksud mereka ke istana gw menyampaikan tuntutan dan berdialog dengan Presiden kok. Ada pemberitaannya di twitter BEM UI (artinya transparan - gak ada aksi penyogokan seperti yang digosipkan), meskipun Presiden menanggapi tuntutan tersebut dengan pernyataan yang normatif (at least aspirasi mahasiswa telah tersampikan tanpa perlu aksi kekerasan). Kasian gila bang Andi dikatain sama masyarakat (di media online atau medsos) berikut tuduhan penyogokan (untung doi kuat)

Dialog dengan mahasiswa
Sumber: http://www.bekasimedia.com/wp-content/uploads/2015/05/AqxLjH3mNpQrXpiPnIT0BigTcVBhaVMvxcyhwU0yLjQ2.jpg


Pemikiran revolusi mental juga dibawa saat mengurus Jakarta bersama Ahok. Gw pernah mendengar Jokowi pernah bilang: "Untuk mengatasi kemacetan, pindahkan orangnya dulu, baru benahi infrastrukturnya." Jelas banget hal ini mengandung makna bahwa masalah-masalah kemanusian hanya dapat diselesaikan oleh dan mulai dari manusia sendiri.

Puncaknya, ya revolusi mental pada saat kampanye 2014 ini..

Revolusi Mental: Sekedar Janji Manis Kampanye ?

Kerap kali masih gw temui ada orang yang bilang kalau revolusi mental adalah janji kampanye dan layaknya pemerintah-pemerintah sebelumnya, janji kampanye seperti ini tidak pernah terealisasikan pada saat si calon terpilih.

Sangat miris ketika masih ada orang yang berpikiran kayak gini. Oke deh, pelan-pelan ya, coba jawab pertanyaan ini dulu, kita sedikit berfilsafat...

  1. Mental itu abstrak atau kongkrit ? (Jangan-jangan gak bisa bedain antara abstrak sama kongkrit lagi - hadeehhh :|)
  2. Infrastruktur, program-program yang dijanjikan apabila terlaksana, bentuknya abstrak atau kongkrit ?
Kalau kalian bisa menjawab dua pertanyaan ini secara benar (mental = abstrak, infrastruktur dan program yang terealisasi = kongkrit) , lanjut ke pertanyaan ini ya... Kita coba menegaskan keabstrakan mental..

  1. Apakah mental berasal dari pemikiran ? Lalu pemikiran itu berasal dari mana ? (Sederhananya pasti mayoritas orang menjawab otak)
  2. Apakah anda percaya pada Tuhan ? Kalau anda percaya, apakah anda bisa melihat Tuhan ?
  3. Sama halnya dengan Tuhan, apakah anda percaya kalau anda punya otak ? Apakah anda bisa melihat otak ? 
  4. Kalaupun anda bisa melihat otak entah itu dari foto rontgen atau gambar lainnya, apakah anda bisa melihat pikiran yang dihasilkan dari otak tersebut ?
  5. Kalau anda tidak bisa melihat pikiran, berarti jelas kalau mental itu ....... (abstrak/kongkrit ?)
Jadi kalau anda atau kalian sebagai pembaca bisa menarik kesimpulan bahwa mental itu abstrak, jelaslah bahwa pemerintah saat ini tidak bisa secara langsung merevolusi mental lebih dari 200 juta rakyat Indonesia (termasuk gw, kalian dari seluruh rakyat Indonesia lainnya) tetapi yang bisa merevolusi mental kita semua adalah diri sendiri. Adapun yang bisa dilakukan pemerintah guna merevolusi mental rakyatnya adalah dengan menjadi  role model atau contoh bagi rakyatnya... Adapun secara teknis melalui pendidikan, namun tetap aja dibilang tidak langsung kalau pendidikan yang diberikan oleh pemerintah mau itu senyantai ala Finlandia atau sekeras ala negara komunis, tidak diterima dan diterapkan oleh rakyatnya sendiri. Semuanya pun dikembalikan pada rakyat...

Kenapa Revolusi Mental Perlu Diterapkan ?

Sasaran utama dari revolusi mental adalah pola pikir manusia-manusia Indonesia yang bisa dibilang dibawah kualitas pemikiran manusia maju. 

Saat membicarakan manusia Indonesia, gw kembali teringat pada kata-kata atau buah pemikiran dari seorang Mochtar Lubis dimana beliau mengutarakan 6 ciri manusia Indonesia yakni:

  1. Hipokrit/Munafik: Ibaratnya apa yang ditentang tetapi dilindungi. Hal yang didukung tapi dimaki, dsb. Semacam standar ganda lah...
  2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya: Gak laki..
  3. Berjiwa Feodal: Feodalisme dari jaman kerajaan awal nusantara masih aja mengakar kuat. Akibatnya, pembaharuan menjadi hal yang sulit ditemukan dalam masyarakat (terutama pembaharuan yang sifatnya positif)
  4. Percaya Takhayul: Gak usah jauh-jauh deh, kalau masih aja ada stasiun tv yang menampilkan program ngejar-ngejar setan atau roh halus, berarti ciri ini belum hilang.
  5. Artistik: Tidak terlepas dari kehidupan manusia Indonesia yang dekat dengan alam, sehingga kehidupan yang berdasar pada naluri berikut perasaan sensual mendominasi pola hidup manusia Indonesia. Bisa dibilang ciri ini bermuka dua. Kalau dimanfaatkan secara benar bisa memberi kemanfaatan, tapi kalau sulit beradaptasi dengan pembaharuan bisa jadi sebuah bumerang bagi manusia Indonesia sendiri.
  6. Tidak hemat/boros/serta gemar bersenang-senang: Ini dia yang Timmy bilang gak visioner (konservatif) dan dimanja. Sikap ini pula yang dikomentari oleh Jokowi saat menunjukan seberapa jijiknya manusia Indonesia untuk mau berkorban. Ibaratnya kalimat "One step backward for a great leap forward" (Satu langkah mundur untuk mengambil langkah besar kedepan) tidak berlaku bagi manusia Indonesia. 


Atas: Rebutan sembako ala Indonesia.
Bawah: Pengungsi korban gempa Jepang antri makanan
Manakah yang lebih manusiawi ?


Terserah deh kalian sebagai manusia Indonesia mau menerima pernyataan ini atau enggak. Persetan juga kalian mau marah, baper, bete, dsb sama kata-kata Mochtar Lubis ini atau enggak (Mochtar Lubis yang bilang loh, bukan gw. Gw hanya mengutip apa yang pernah almarhum sampaikan). Tetapi kalau dari pandangan gw pribadi, gw setuju banget sama apa yang disampaikan oleh almarhum. Contohnya ? Liat aja masyarakat kalian, akan sangat mudah menemukan 6 ciri ini. Mau dari pejabat sampe pengemis, ada semua...

6 ciri ini memang benar adanya dan mungkin aja lebih banyak lagi ciri-ciri buruk manusia Indonesia seiring perkembangan zaman. Mulai dari benci kesumat yang melahirkan ketidak-rasionalitas sampai perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji berikut kepentingan yang diboncenginya.

Jujur aja, andaikata pemerintah punya banyak duit, gw sangat berharap agar pemerintah kita mengajak "jalan-jalan" seluruh penduduk Indonesia ke negara-negara maju semisal Singapura, Jepang, Finlandia, dan negara lain yang memiliki indeks hidup layak. Mungkin ide gw terlalu ngelantur, tapi kalau bener-bener dilaksanakan, semoga aja orang Indonesia bisa melihat manusia-manusia sejati dalam diri penduduk negara-negara tersebut sekaligus belajar menjadi manusia,

Oke, balik lagi ke soal revolusi mental serta tujuannya guna menghilangkan atau at least mengurangi pandangan buruk Mochtar Lubis pada manusia Indonesia, gw yakin melaksanakan revolusi mental ini jauh lebih susah ketimbang membangun puluhan jembatan suramadu, ratusan tol cipali, dan bahkan lebih susah ketimbang mengambil ahli Freeport dari Amerika. Sangat tidak mudah memperbaiki isi kepala lebih dari 200 juta manusia Indonesia. Yang kepalanya udah bener pun terpaksa "membodohi" diri sendiri guna hidup dan beradaptasi dengan alam liar yang bernama "masyarakat"

Gimana cara efektif guna merevolusi mental lebih dari 200 juta manusia Indonesia dengan sekali pukul ? Jawabannya ialah pengalaman, dan pengalaman itulah yang kita rasakan saat ini. Susah kan harga dimana-mana naik ? Kok pertumbuhan ekonomi lambat ?, dsb... Jangan dikira gw gak mengalami pengalaman ini bos !! Semenjak gw jadi anak kos, gw uda mengalami sendiri kenaikan harga itu.. Pengualaran gw per minggu bertambah padahal kiriman per bulannya tetap.. Apakah gw boros ?? Boro-boro, gw aja dikatain sama adek gw cipe, gimana mau boros... 

Emang gak enak, cuman dari pengalaman ini, kita diajak berpikir ada apa dibalik fenomena gak enak ini... Kemampuan kita berpikir secara kritis dan dewasa sedang diuji saat ini, sehingga menuntut kita untuk terus belajar dan mencari informasi.. Disadari atau tidak, proses revolusi mental itu sedang terjadi..

Sebelumnya, gw juga sempet menyinggung soal feodalisme, konservatif, dsb. Ditambah lagi Timmy sempet bilang kalau orang Indonesai gak visionaris. Gw juga bilang kalau kita perlu belajar dan mau menerima pembaharuan kalau gak mau ketinggalan. Namun, perlu gw ingetin lagi, jangan terlalu over reacted sama perubahan atau pembaharuan. Ambil perubahan yang positif, jangan ambil yang negatif. Jangan mentang-mentang karna di LGBT legal di Amerika, kita yang di Indonesia mendukung atau menerima secara mentah-mentah hal tersebut.. Gak baik juga !! Bagaimanapun kita tidak boleh lupa sama jati diri kita.. Baru-baru ini, gw sempet nonton The Last Samurai (untuk kesekian kalinya) dan gw selalu tertarik pada bagian akhir dari film ini. Latar belakang Jepang pada masa restorasi Meiji seperti yang terdapat dalam film tersebut memang menunjukan betapa terbukanya Jepang pada pembaharuan barat meskipun di satu sisi masih ada kaum samurai yang tetap mempertahankan tradisi nenek moyang. Meskipun pada akhirnya semua samurai dibantai oleh pasukan pemerintah berikut senjata canggih dari barat, mereka tetap mati terhormat karena kematian mereka mengingatkan kaisar untuk tidak melupakan nilai-nilai warisan leluhur, sampai kaisar bilang (kurang lebih kayak gini): "Saya mengimpikan Jepang menjadi negara maju. Kita punya jalan kereta api, tentara kuat, dan bangga memakai pakaian ala orang barat. Tetapi kita lupa oleh jati diri kita. Kita lupa dari mana kita berasal."  Akhirnya jelas, ketika suatu masyarakat berhasil menyeimbangkan kemajuan dengan nilai-nilai leluhur/jati dirinya, niscaya masyarakat itu akan menjadi manusia yang seutuhnya berikut negara yang manusiawi dan maju.


Tapi ya pengecualian buat kalian yang masih kolot dengan pikiran irasional kalian... Entah nyalain antek iluminati-wahyudi-amerika dibalik ekonomi susah lah... Konspirasi asing dan aseng dibalik perlambatan ekonomi lah... Atau andaikata si budi jadi presiden pasti kondisi ekonomi gak sesusah inilah, dsb... Lagi-lagi rasa benci yang luar biasa hebatnya serta kepentingan-kepentingan tertentu menyulitkan kita untuk berpikir secara rasional, realitis, dan logis.. 

Ya pesan gw sih, persetanlah kalian yang otaknya masih dangkal seperti ini... 

Harapan gw jangan jadi orang purba ditengah-tengah hutan rimba bernama masyarakat yang semakin maju berkat proses revolusi mental..

Bagaimana Kondisi Sekarang dan Apa Harapan Kedepannya ?

Seperti yang telah gw bilang sebelumnya, proses revolusi mental itu sedang berjalan. Buktinya dalam setiap isu/wacana/hal-hal yang berkaitan dengan masalah bangsa, pasti masyarakat kita terbagi atas dua kubu yakni yang pro dan kontra...

Jujur aja, baru kali ini gw merasakan betapa kuatnya suasana pro dan kontra ini. Hal ini tidak terlepas dari adanya reformasi berikut demokrasi dan kebebasan berpendapat, ditambah lagi dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi.. Orang bisa berkoar-koar dan ngomong seenak perutnya melalui media TIK yang maju.

Oke balik lagi soal pro dan kontra nih...

Kalau kalian labil dalam menyatakan entah sebagai kubu pro atau kontra, bisa gw simpulkan kalau proses revolusi mental itu sedang berjalan dalam diri kalian saat ini. Misalnya, saat pemerintah memberlakukan kebijakan penenggelaman kapal illegal fishing, kalian pro karna kebijakan tersebut pro rakyat, sedangkan saat pemerintah mau mengangkat calon kapolri yang diduga terlibat kasus korupsi, kalian kontra karna kebijakan tersebut termasuk penyimpangan hukum, selamat lah pola pikir kalian sedang diperbaiki. Pikiran kalian masih jernih dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk... Mana yang pro atau tidak terhadap kemanfaatan bersama..

Jangan sampai mentang-mentang Presiden atau partai idola kalian kalah dalam pemilu, kalian kontra terhadap kebijakan illegal fishing... Atau juga karna Presiden atau partai kalian menang pemilu, kalian sampai pro pada pengangkatan kapolri bermasalah.  

Jangan sampai pula muncul argumen-argumen yang tidak logis, realis, dan rasional karna kalian terlanjur dilahap oleh kebencian terhadap kubu tertentu... 

Kalian bebas mau di kubu pro atau kontra mengingat ini negara demokrasi bukan khilafah, asalkan kalian punya dasar/argumen yang logis, realis, rasional, dan tambahan lagi (hampir lupa) kritis... Kalau mau menjadikan sebuah media atau fakta sebagai dasar pro/kontra, boleh aja asalkan ambilah sumber yang kredibel bukan yang abal-abal. Ambilah dari sumber yang dibuat oleh kaum yang pinter dan disusun secara ilmiah serta teruji validitasnya. Jangan ambil dari sumber yang telah ditunggangi oleh sekelompok orang egois yang berusaha mencapai kepentingannya (terutama yang bawa-bawa nama agama dan politik), sama aja bohong... Jangan juga menyalahgunakan kebebasan yang kita punya berikut kemajuan TIK-nya.

Oke deh, sekian tulisan pertama gw di bulan Juli ini.. Terserah kalian menanggapi tulisan gw ini seperti apa karena ini negara demokrasi bukan khilafah dimana kebebasan berpendapat dijamin oleh hukum asalkan sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat dan hukum itu sendiri... Terserah juga kalian menanggapi gw sebagai orang yang pro pemerintah kek, kontra pemerintah kek, pro masyarakat kek, atau kontra masyarakat kek... 

Ayo kita sama-sama merefleksi diri kita sendiri...

"Apakah mental saya sedang terevolusi saat ini ?"

Komentar

  1. Halo Alfian, boleh saya minta kontak emailnya?
    atau Alfian boleh menghubungi saya di partnership@pikavia.com
    Terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Novena Tiga Salam Maria: Mukjizat Bunda Maria Menyertai Kita !! (Gw saksi hidupnya brow !!)

Panduan Menulis Esai Untuk Mahasiswa Baru

[BEDAH LAGU]: Chrisye - Kisah Kasih di Sekolah (2002)