SCeLE sebagai Media Pembelajaran di UI,Sudah Tepatkah ?

Tulisan ini merupakan sebagian kecil dari pengalaman yang saya dapatkan sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) selama menjalani perkuliahan pada semester kedua di Universitas Indonesia (UI).

Sebagai mahasiswa tingkat awal, saya dan mahasiswa seangkatan diharuskan mengambil mata kuliah wajib universitas yakni mata kuliah pengembangan kepribadian perguruan tinggi (atau semacamnya) yang terdiri atas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi A dan B (MPKT-A: Sosial humaniora dan MPKT-B: Sains dan Teknologi), MPK Agama, MPK Bahasa Inggris, dan MPK Seni/Olahraga.

Diantara beragam mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut, saya akan memaparkan permasalahan yang saya hadapi ketika mengambil MPKT-B sebagai salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian..

Seputar MPKT-B dan SCeLE

MPKT-A dan MPKT-B sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian dasar di UI menuntut penggunaan metode Collaborative Learning (CL) dan  Problem Based Learning (PBL) selama kegiatan perkuliahan. Kedua metode tersebut merupakan metode pembelajaran baru yang dikembangkan oleh UI guna menyiapkan mahasiswa baru/tingkat awal dalam menghadapi kegiatan perkuliahannya kelak. Kedua metode ini juga diperkenalkan kepada mahasiswa baru melalui kegiatan Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) yang diselenggarakan oleh UI sebelum kegiatan perkuliahan pertama dimulai.

CL dapat didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang diterapkan oleh UI dimana metode ini mengarahkan mahasiswa untuk belajar secara mandiri. Metode ini terinspirasi dari adanya kegiatan belajar-mengajar yang statis dimana kegiatan tersebut sebatas pada dosen yang menjelaskan materi perkuliahan dan mahasiswa yang hanya mengamati serta mencatat apa yang disampaikan oleh dosen. Metode konvensional menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang kurang mampu mengembangkan pemahamannya akan materi beserta korelasi antara materi yang didapat dengan fenomena-fenomena yang terdapat di dalam masyarakat. Adapun metode ini juga menguatkan kedudukan dosen sebagai pengajar yang selalu benar sehingga istilah dosen pasti benar atau dosen adalah dewa selalu ada dalam pola pikir mahasiswa. Hal ini tentu saja tidak tepat mengingat ilmu pengetahuan merupakan hal yang sifatnya dinamis dan dosen bukanlah manusia yang sempurna dan selalu benar.


Metode CL yang membutuhkan interaksi
Sumber: http://onlinegrad.marygrove.edu/Portals/133299/images/Collaborative-learning.jpg

Metode CL terkenal dengan metode Jigsaw Puzzle, dimana dalam mempelajari suatu materi, mahasiswa dikelompokan kedalam kelompok kecil (Focus Group / FG) dan saling berbagi tugas dalam memahami materi.

Misalnya dalam mempelajari materi pemanasan global, ada seorang mahasiswa yang mempelajari kondisi bumi. Ada pula mahasiswa lain yang mempelajari penyebab pemanasan global, serta ada yang mempelajari solusi mencegah pemanasan global tersebut.

Materi yang diperoleh dari FG kemudian dibawa kedalam Home Group (HG) dimana HG tersebut terdiri atas mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari FG yang berbeda. 

Misalnya dalam mempelajari materi fenomena bumi, ada mahasiswa yang menerangkan materi pemanasan global, bencana alam, pengrusakan lingkungan, kemiskinan, dsb.

Metode CL ini tentu menuntut mahasiswa menjadi dosen bagi mahasiswa lainnya sehingga kemandirian mahasiswa dalam belajar diuji. Adapun dosen hanya berperan sebagai fasilitator misalnya membentuk FG dan HG, menentukan jadwal presentasi, dsb.

Selain CL, terdapat pula metode PBL yang menuntut mahasiswa untuk peka dan kritis terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan mengkajinya mulai dari akar permasalahan fenomena tersebut sampai solusi dalam mengatasinya. Misalnya fenomena banjir di Jakarta dimana akar permasalahan seperti pemukiman liar, penebangan hutan, dsb dikaji secara mendalam dan mencari solusi yang tepat dalam mengatasi fenomena banjir tersebut.


Proses dalam PBL
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHW8avCij4fTTmHe79_ebHd1UwI3MmJbBS6AZLMf3eHKoZT-t6EuwdBi4eE1x1It8db1ZsKRcfuCxgq0mjSG2WifZyz4G6KpY-UpREVWoZTpu9Y3jh9PcJoiMtcD9bGT3S54DK3zlGODOI/s1600/Problem+Based+Learning+Process_gif_1.gif


Lalu, apa yang membedakan antara MPKT-A dan MPKT-B bila metode yang digunakannya sama ?

Perbedaan bukan hanya sekedar pada materi yang dipelajari dimana MPKT-A mempelajari masalah soshum dan MPKT-B mempelajari masalah saintek, namun perbedaan terdapat pada media pembelajaran. 

Dalam MPKT-A tatap muka, khususnya dalam diskusi dan pemaparan materi merupakan media yang digunakan selama kegiatan perkuliahan. Namun dalam MPKT-B, media tatap muka tidak lagi diprioritaskan. Sebagai ganti media tatap muka, UI memperkenalkan Student Centred e-Learning Enviroment (SCeLE), yakni sebuah website yang berisikan serangkaian materi kuliah (umumnya dalam format PDF), forum diskusi online sampai beragam tugas dan presentasi yang harus dibuat oleh mahasiswa (melalui ms.word, ms.excel, ms.powerpoint, dsb lalu diupload di SCeLE). Adapun untuk berdiskusi dan pengumpulan tugas, SCeLE memiliki batas waktu / deadline selama satu minggu (umumnya dalam MPKT-B). Jika melampaui batas waktu yang diberikan oleh SCeLE, bisa dipastikan tugas atau diskusi yang terlambat dapat diketahui oleh sistem serta dosen yang bersangkutan. Adanya tugas dan dead line di SCeLE mengajarkan mahasiswa untuk mandiri, disiplin dan bertanggung jawab terhadap tugasnya


Website SCeLE : scele.ui.ac.id
Sumber: http://www.anakui.com/wp-content/uploads/2015/01/SCeLE-UI.png


SCeLE yang dapat diakses melalui scele.ui.ac.id ini menegaskan komitmen UI sebagai green campus dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup. Jelas dengan adanya SCeLE, penggunaan kertas dalam kegiatan perkuliahan dapat diminimalisir. Selain itu, SCeLE juga dijadikan sebagai program yang ibaratnya menunjukan eksistensi UI sebagai perguruan tinggi yang bertaraf global dan berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Namun, menjadi sebuah pertanyaan besar. Apakah SCeLE efektif sebagai media pembelajaran di UI ? Apakah SCeLE efektif pada mata kuliah khusus seperti MPKT-B ?

Berikut pendapat saya...

UI = Universitas INDONESIA !!

Terdapat alasan mengapa kata Indonesia saya beri garis bawah dan huruf kapital. UI merupakan perguruan tinggi yang mendapat kehormatan untuk menyandang nama negara yakni Indonesia.

Menyandang nama Indonesia juga diiringi dengan ke-indonesiaan segala hal yang terdapat di dalam UI. Mulai dari mahasiswanya yang berasal dari seluruh Indonesia sampai ilmu pengetahuan yang juga bersumber dari nilai-nilai kebangsaan berikut tujuan yang ingin dicapai UI dalam memajukan Indonesia.

Namun perlu diingat bahwa menyandang nama negara menandakan bahwa UI merupakan representasi dari wajah pendidikan Indoensia berikut Indonesia sendiri. Bicara mengenai pendidikan Indonesia berarti turut berbicara mengenai fakta pendidikan Indonesia. Fakta yang ada pun menunjukan (dan bukan rahasia lagi) kualitas pendidikan di Indonesia tidaklah merata. Kita pun sudah tahu bahwa kualitas pendidikan di Indonesia barat lebih baik daripada di wilayah Timur. Kualitas pendidikan di kota besar jauh lebih unggul daripada pendidikan di desa, dsb.  Ketidak-merataan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia turut dibawa oleh individu-individu yang menjadi mahasiswa UI. Tentu UI memiliki mahasiswa dengan kualitas yang beragam.

Lalu apa hubungannya dengan SCeLE ?

Bisa ditebak, mahasiswa yang berasal dari latar belakang pendidikan yang lemah (tidak sebaik dengan yang pendidikannya berkualitas) akan mengalami ketertinggalan dalam menguasai dan belajar melalui SCeLE. Jangankan SCeLE, mungkin ada mahasiswa yang tidak pernah mengakses komputer ataupun kurang menguasai teknologi. Selain itu, disamping latar belakang pendidikan, latar belakang ekonomi yang juga tertinggal karena ketidakmerataan pembangunan nasional juga turut menjadi alasan mengapa sebagian pelajar/mahasiswa tidak pernah mengakses komputer atau teknologi semacamnya.


Jadi, mereka diharapkan bisa mengakses teknologi secara cepat ?
Sumber: http://www.seputarmalang.com/wp-content/uploads/2014/08/comb3.jpg

Latar belakang pendidikan, sosial, dan ekonomi mahasiswa UI yang beragam seharusnya menjadi pertimbangan pihak penyelenggara akademik UI dalam menggunakan SCeLE sebagia media pembelajaran. Pihak-pihak tersebut seharsunya menyadari bahwa mahasiswa yang mereka bimbing bukanlah mahasiswa universitas swasta atau bertaraf internasional seperti Prasetiya Mulya, Universitas Pelita Harapan (UPH), Bina Nusantara (Binus), Universitas Tarumanegara, London School, dan sebagainya. Pihak akademik juga perlu menyadari bahwa tidak semua mahasiswa mereka berasal dari kota-kota besar yang terbiasa hidup di tengah kemajuan teknologi.

Ini UI dan UI adalah Indonesia !! Indonesia yang kualitas pendidikannya tidak merata !  Apakah seorang pelajar yang berasal dari daerah pedalaman berikut akses listrik dan informasi yang terbatas harus dipaksa menggunakan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi guna menunjukan eksistensi UI sebagai universitas global ?

Selain ketidak-merataan kualitas pendidikan, ketidak-merataan juga terdapat dalam bidang ekonomi. Mengapa ketidakmerataan ekonomi memiliki hubungan dengan SCeLE ? Jelas, SCeLE dapat diakses dengan perangkat elektronik seperti laptop, komputer, maupun gawai lainnya. Untuk gawai seperti tab maupun smart phone, saya jamin sebagian besar dosen pengajar MPKT-B tidak membolehkan mahasiswanya mengakses SCeLE dengan gawai tersebut. Hal ini mengakibatkan laptop maupun komputer menjadi satu-satunya perangkat elektronik yang harus dimiliki oleh mahasiswa bila ini mengakses SCeLE dan mengikuti mata kuliah MPKT-B. Pertanyaannya, apakah semua mahasiswa UI memiliki laptop ? Lalu apakah setiap fakultas di UI memiliki lab komputer yang memadai ? Pertanyaan ini pun tidak terlepas dari fakta adanya ketidak-merataan ekonomi di Indonesia yang di representasikan oleh Universitas Indonesia.

Jangankan SCeLE, Buka SIAK-NG Saja Masih Belum Bisa...

UI tidak hanya mengeluarkan SCeLE sebagai produk proyek besarnya dalam bidang teknologi. UI menciptakan berbagai website (puluhan website) guna mendukung akses informasi dari warganya beserta masyarakat. Diantara sekian banyak website tersebut, website yang paling dasar dan mutlak harus dikuasai oleh mahasiswa adalah SIAK-NG atau Sistem Informasi Akademik Next Generation.

SIAK-NG dapat diakses melalui academic.ui.ac.id dan dibuka dengan username beserta passwordnya (hanya mahasiswa dan dosen UI yang bisa masuk ke website ini). Sesuai namanya, SIAK-NG berisikan informasi akademik seperti nilai, pengumuman yang berkaitan dengan akademis, dsb. Mengingat betapa pentingnya SIAK-NG, website ini benar-benar harus dikuasai oleh mahasiswa.

SIAK-NG: Sebuah sarkasme SCeLE
Sumber: http://radityadika.com/wp-content/uploads/2008/01/radithsiswa.gif


Lalu apa hubungannya dengan SCeLE ?

SIAK-NG yang tampilannya lebih sederhana dan ringkas saja belum dapat dikuasai sepenuhnya oleh beberapa mahasiswa UI. Masih ada saja beberapa rekan saya yang menanyakan "Gimana cara lihat jadwal ?" atau "Gimana caranya lihat kelas ?" dsb. Bagaimana dengan SCeLE yang tampilannya lebih kompleks ?

Alasan ini merupakan sebuah sarkasme yang sengaja saya buat sebagai wujud ketidak-setujuan saya terhadap penggunaan SCeLE (bukannya menyindir mahasiswa yang kurang menguasai gawai)


CL dan PBL di SCeLE: Efektifkah ?

Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, metode CL dan PBL merupakan metode yang utama dalam mata kuliah MPKT-A maupun MPKT-B. Pada intinya CL menuntut mahasiswa menjadi dosen bagi dirinya maupun teman-temannya yang berarti belajar secara mandiri dan PBL menuntut mahasiswa mengenal permasalahan secara mendalam. Namun, apakah kedua metode ini dapat berjalan efektif bila dilakukan di media SCeLE ? Menurut saya, sama sekali tidak !

Elemen utama dalam metode CL dan PBL adalah interaksi antar mahasiswa dalam mendukung kegiatan perkuliahan.Interaksi sendiri akan berjalan efektif (pesan/maksud yang diberikan oleh si pemberi pesan sesuai dengan apa yang diterima oleh si penerima) apabila dilakukan secara langsung. Interaksi secara langsung juga memungkinkan adanya umpan balik / feed back entah itu sebagai wujud terpahaminya pesan ataupun sebagai wujud ketidak-setujuan serta tuntutan informasi bila kurang jelas.

Bagaimana dengan SCeLE ? Interaksi antar mahasiswa di SCeLE sebagai media pembelajaran online bukanlah merupakan bentuk dari interaksi langsung. Interkasi dilakukan melalui "pihak ketiga" yakni SCeLE. Ilustrasinya: Pemberi pesan/informasi > SCeLE > Penerima pesan/informasi.

Keberadaan SCeLE sebagai media pembelajaran online diharapkan dapat memudahkan komunikasi antar mahasiswa, namun kenyataan di lapangan berbeda dari apa yang diharapkan. Kehadiran SCeLE seakan-akan menuntut mahasiswa untuk mau berinteraksi sehingga interaksi seakan-akan menjadi semacam kewajiban/tugas/PR bagi mahasiswa. Sikap keterpaksaan pun muncul dan akibatnya, informasi atau pekerjaan yang akan disampaikan baik dalam FG maupun HG tidak dipersiapkan secara maksimal. Adapun dalam hal pemberian feed back, yang saya temukan dalam kelas maupun perkuliahan MPKT-B (sampel FHUI Paralel) ialah feed back yang benar-benar terbatas dari teman-teman se-FG maupun HG. Hanya ada 2 umpan balik yang saya temukan selama perkuliahan yakni:

1.) Saya setuju, tidak perlu direvisi.
2.) Sudah bagus hanya saja perlu ditambah.

Selama perkuliahan saya tidak pernah menemukan satu pun bentuk ketidak-setujuan. Entah karena informasi/materi yang disampaikan benar-benar bagus atau tidak, namun motif menyetujui materi mahasiswa lain pada umumnya dikarenakan adanya rasa "dituntut" atau "kewajiban" dari SCeLE dimana interaksi seakan-akan dijadikan tugas/PR.

Interaksi maupun umpan balik yang terbatas dan seadanya menjadikan diskusi (yang merupakan bagian dari metode CL dan PBL) kurang dinamis atau mati. Matinya diskusi dalam CL dan PBL menandakan bahwa kedua metode ini tidak berjalan secara efektif.

Disamping matinya diskusi, hal inilah yang benar-benar perlu diwaspadai yakni maraknya free rider dan sucker dalam diskusi. Sebelumnya, free rider dan sucker dapat diartikan sebagai seorang anggota kelompok yang kurang berkontribusi dalam pekerjaan/aktivitas kelompok. Bisa dibilang mereka adalah makhluk-makhluk yang "gak kerja", "malas", "numpang NPM/nomor di makalah.tugas (biasanya sangat responsif saat ada yang minta nomor NPM)", dsb. Free rider dan sucker merupakan suatu hal yang sangat haram (bukan makruh) di dalam diskusi/kerja kelompok.  Diskusi yang kurang dinamis dan mati merupakan peluang/sarang tumbuhnya aktivitas free rider dan sucker. Bisa dibilang ironis ketika UI berusaha menyingkirkan fenomena free rider dan sucker namun membuka peluangnya lahirnya fenomena tersebut secara tidak langsung melalui SCeLE.

Mau fenomena ini terjadi ?
Sumber: http://apgovernmentchs.wikispaces.com/file/view/free%20rider%20problem.jpg/392809350/free%20rider%20problem.jpg


Sesungguhnya, free rider dan sucker adalah SAMPAH !
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqUEb_43YRf2wc23zLEB0JV3IY16Hj04qW0hlRp3Ycc7x5CwcOqKQD2cw8Cktb_uQ4jhh0UBkUNrljDAM-9zcWl_KjrHi2uAc9gDNqE4O_gmfCVVgEHQcUHe2jpXn7ZhbzcA1T_LUcMuQ/s1600/public+goods.png



Sosialisasi, adakah ?

Penggunaan SCeLE sebagai metode pembelajaran tentu saja perlu disosialisasikan dan UI menyadari hal tersebut dengan menyelenggarakan Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) yang diselenggarakan setelah daftar ulang dan sebelum perkuliahan. Di dalam OBM, terdapat semacam sesi yang dikenal sebagai ITCD dimana dalam sesi ini, mahasiswa baru diperkenalkan beragam perangkat atau program-program TIK yang nantinya menunjang kegiatan perkuliahan mereka. Beragam website seperti SIAK-NG, website UI, website perpustakaan, akses Wi-Fi, dan tentunya SCeLE. Namun amatlah disayangkan karena ITCD hanya diselenggarakan dalam satu hari saja sehingga puluhan website yang diproduksi oleh UI harus diperkenalkan dan dipahami dalam waktu satu hari.

Saya pribadi mengapresiasi diselenggarakannya OBM oleh UI dimana UI berhasil membuat program yang memberi banyak ilmu guna mempersiapkan mahasiswa baru dan tentunya orientasi ini bukanlah perpeloncoan yang aneh-aneh, tidak manusiawi, dan tidak masuk akal (ospek yang aneh-aneh masih ada di UI). Namun, alangkah lebih baik apabila  waktu untuk kegiatan OBM diperpanjang khususnya ITCD dan pengenalan SCeLE didalamnya. Penggunaan SCeLE dalam perkuliahan akan menjadi efektif apabila disediakan satu hari khusus bagi mahasiswa baru untuk mengenal SCeLE.

Lalu bagaimana dengan CL dan PBL ? Kedua metode tersebut juga diperkenalkan oleh pihak UI kepada mahasiswa baru dalam OBM. Terdapat satu hari khusus dimana mahasiswa baru diperkenalkan pada metode CL. Begitu pula dengan PBL yang diberi hari khusus. Namun, perlu diingat bahwa CL dan PBL yang diperkenalkan pertama kali kepada mahasiswa baru adalah CL dan PBL secara tatap muka bukannya CL dan PBL melalui SCeLE. Lebih baik bila CL dan PBL dalam SCeLE diperkenalkan saat sesi ITCD seperti yang telah disebutkan sebelumnya.


Buku panduan OBM
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOTNTIHdVvNnCbsqEum2CSJ4FnjBembNzqCMHqaPzmGwL9o0zbIEWb1yK4j67k2vfKbsBmVtoWDFFDdeuLi9DIGWnRCdr9N6XOvKcuZkI1SLAINQK0gnlkoURDxKcm_XgEnH19rs5H5WE/s1600/20140715_114634.jpg


Apa yang Harus Dilakukan Oleh UI ?

Berkaca pada kondisi serta kelemahan yang dimiliki oleh SCeLE, saya menyarankan UI mengambil salah satu dari dua pilihan berikut ini:

1.) Penggunaan SCeLE ditiadakan dalam mata kuliah yang aktivitas perkuliahannya didominasi oleh kerja kelompok, diskusi, dsb (seperti MPKT-A dan MPKT-B) namun tetap dipertahankan pada mata kuliah yang lain.

2.) Penggunaan SCeLE dalam mata kuliah yang aktivitas perkuliahannya didominasi oleh kerja kelompok, diskusi, dsb (seperti MPKT-A dan MPKT-B) tetap dipertahankan (termasuk mata kuliah lain) dengan catatan UI mengefektifkan OBM sesi ITCD, CL, maupun PBL baik secara kualitatif (materi, metode pengenalan, dsb) maupun kuantitatif (penambahan waktu OBM).

Meskipun saya termasuk pihak yang tidak menyetujui penggunaan SCeLE dalam perkuliahan, namun saya menyadari bahwa proses pembuatan atau penyusunan program ini memakan/mengorbankan waktu dan biaya  dari pihak UI sehingga pengorbanan semacam ini patut dihargai/diapresiasi. Adapun asas kemanfaatan dari SCeLE juga turut diperhatikan yakni pengembangan kemampuan penguasaan teknologi serta mengurangi penggunaan kertas.

Untuk itulah saya tidak menyatakan penolakan saya secara mentah-mentah. Saya hanya mengajurkan perlunya pembaharuan/reformasi dalam penggunaan SCeLE sehingga program ini dapat berjalan secara efektif dan hasil yang ingin dicapai pun lebih maksimal.

Penutup

Demikianlah opini saya terhadap penggunaan SCeLE sebagai media pembelajaran di lingkungan akademis UI. Saya memohon maaf apabila ada kata maupun tulisan yang salah/tidak berkenan di hati anda.

Terima kasih :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Novena Tiga Salam Maria: Mukjizat Bunda Maria Menyertai Kita !! (Gw saksi hidupnya brow !!)

Panduan Menulis Esai Untuk Mahasiswa Baru

[BEDAH LAGU]: Chrisye - Kisah Kasih di Sekolah (2002)