Dipanggil 'Abang' dan Menjadi Senior
Tulisan pada akhir Agustus ini berkenaan dengan kegiatan Ospek yang telah dijalankan oleh mahasiswa baru (MABA) Fakultas Hukum UI dan menjelang dimulainya kegiatan perkuliahan pada semester ganjil tahun akademik 2015/2016.
Ospek 2015 dan 3S
Mengakhiri libur panjang selama tiga bulan (Juli-Agustus), tibalah pada masa-masa ospek yang dijalankan oleh dekanat, abang-mba senior gw, dan tentunya teman-teman gw di kampus, dimana kegiatan ini diikuti oleh teman-teman MABA FHUI angkatan 2015. Gw pribadi tidak mau ikut campur secara langsung dalam kegiatan-kegiatan ospek semacam ini khususnya menjadi bagian dari panitia. Di satu sisi gw menjalankan amanah nyokap gw yang pernah berpesan "Kamu jangan ikut-ikut jadi panitia dan ngurusin anak baru. Ibaratnya kamu kayak di-ospek dua kali (tentu hal ini dialami oleh teman-teman mentor dan komisi tugas khususnya)" dan di satu sisi gw gak mau 'mengotori tangan' gw dengan acara-acara yang 'berpotensi' membuat mahasiswa baru tertekan secara fisik maupun mental. Kasihan aja mahasiswa baru ketika mereka mau mengenal kampus tapi dihadapkan pada bentak-bentakan senior saat pagi-pagi subuh ataupun menirukan 'gerakan' tertentu yang rasanya malu bukan main dihadapan teman-teman seangkatan dan senior. Gw gak mau aja, tangan gw yang uda 'kotor' karena selalu melakukan dosa semakin kotor gara-gara hal ini.
Dalam kegiatan ospek ini gw hanya sebatas beraktivitas pada jam ishoma (Istirahat, Sholat, Makan) dimana gw menemani MABA katolik beristirahat bersama teman-teman dari Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK FHUI). Saat teman-teman MABA istirahat, bermain games, serta makan, berikut teman-teman KMK FHUI yang menemani mereka, gw menawarkan diri kepada mba tepi (Stephanie Munthe - korfak KMK FHUI) untuk menjadi anak dokumentasi yang tugasnya memotret segala aktivitas saat ishoma tersebut. Mba tepi tentu aja menyetujui hal ini dan status 'anak dokum' gw jadikan peluang untuk bertemu dengan teman-teman MABA 2015.
Ishoma sendiri merupakan sarana kami (gw dan teman-teman 2014 serta senior diatas kami) untuk berinteraksi dengan teman-teman MABA. Tentu dalam lingkungan/budaya fakultas hukum, junior terbiasa memanggil seniornya dengan sebutan 'abang' (untuk laki-laki) dan 'mba' (perempuan)
Sedikit menyimpang dulu, panggilan abang-mba ini selalu dikenalkan setiap kegiatan ospek dimana MABA diwajibkan untuk menyapa seniornya dengan sapaan abang-mba. Untuk mempertegas budaya ini, diperkenalkanlah '3S' yang terdiri atas "Senyum, Sapa, Sigap". Tentu aja, panggilan abang-mba berhubungan dengan budaya kedua dari 3S yakni "Sapa" dan selama ospek MABA diwajibkan menyapa setiap orang yang ada di lingkungan Fakultas Hukum UI.
Kembali lagi soal ospek 2015, awalnya gw disapa 'abang' oleh sebatas mahasiswa katolik saja. Itupun karena kita bertemu saat ishoma. Namun pada ospek hari ketiga (hari pertama PMH FHUI) gw benar-benar merasakan sapaan khas ospek fakultas hukum. Saat itu, gw, nervi, mba jetan (Jessica Tanoto) , dan mba tepi sedang ngobrol-ngobrol di depan ruang SnT. Gw sendiri sedang menunggu bang lamur yang USBnya gw pinjam dan ingin gw kembalikan berikut data kartu wisuda yang telah gw desain. Seketika, abang-mba dari K2 PMH FHUI berjalan melintasi kami berikut iring-iringan MABA yang mengikutinya guna menjalankan semacam pelatihan CV atau apalah itu namanya (kayaknya). Tentu, ketika MABA pas ospek ketemu senior, mereka akan langsung menyapa kita...
"Siang bang, siang mba..." demikian sapaan itu terus gw dengar secara berulang-ulang dan bersaut-sautan dari sekitar 400an MABA FHUI 2015 yang melintasi ruang SnT.
Setelah iring-iringan berakhir, gw ngobrol dengan Nervi dan gw bilang "Gak kerasa ya, tahun lalu kita ada di posisi mereka... Nyapa setiap senior pas ospek.." Ya kayak bernostalgia gitu mengenang masa lalu ospek yang 'penuh cinta' hingga akhirnya, gw dipanggil 'abang' sekarang. Adapun mba tepi ikut menambahkan "Gak kerasa juga, gw dipanggil mba sama dua angkatan. Kemarin angkatan kalian, sekarang angkatan mereka"..
"With Great Powers, Comes Great Responsibility" - Uncle Ben (Spiderman 2)
Status 'abang' yang diberikan oleh teman-teman MABA 2015 gw maknai bukan sekedar sapaan semata. Ada makna lebih dibalik panggilan itu.
Panggilan 'abang' menegaskan staus senior yang gw dapatkan. Emang apa bedanya sama panggilan 'kakak' atau 'kokoh' yang pernah gw dapatkan saat SMA dulu.
Oke, flashback kembali saat gw masih menjadi MABA satu tahun yang lalu. Menyapa senior merupakan kewajiban kami sebagai MABA dulu dan 3S dijadikan 'hukum' tertulis yang harus kami patuhi. 3S serta sapaan 'abang-mba' gw artikan sebagai suatu maksud dari senior agar MABA-nya memiliki sikap respect kepada seniornya. Disamping usia yang lebih tua, senior memiliki pengalaman yang banyak mengenai kehidupan kampus baik itu akademik maupun non-akademik. Pengalaman inilah yang sebanrnya menjadi alasan paling dasar mengapa kita perlu menghormati seorang senior. Berbeda banget dengan masa SMA dimana panggilan 'kakak' atau 'kokoh' gw dapatkan ketika bergaul dengan junior. Adapun dulu, budaya respect pada senior tidak terlalu ditanamkan saat MOS SMA mengingat sekolah yang melaksanakan MOS dan sebisa mungkin menjauhkan unsur OSIS dari kegiatan MOS tersebut supaya tidak terjadi perpeloncoan.
Kembali lagi soal sapaan 'abang', uda jelas gw memaknai sapaan ini sebagai bentuk rasa respect junior kepada gw atas pengalaman gw meskipun baru satu tahun gw berkuliah di FHUI. Mendapatkan respect dari junior rasanya membanggakan karena kita telah diakui sebagai seorang yang berpengalaman. Namun, respect tersebut perlu diartikan sebagai suatu bentuk tantangan.
Tantangan seperti apa ?
Tentu aja, sebagai senior kita ditantang untuk menjadi contoh atau role model yang baik untuk MABA. Ada tanggung jawab moral dalam diri seorang senior guna menjadikan juniornya sebagai orang yang lebih baik lagi. Tanggung jawab ini juga berarti sebagai tantangan untuk menjaga nama baik almamater (dalam hal ini FHUI) mengingat baik-buruknya suatu almamater tidak hanya ditentukan oleh dosen dan cara mengajarnya, tapi juga dari kualitas mahasiswanya.
Rasanya bakal malu banget kalau berkuliah di suatu kampus yang mahasiswanya pernah ketahuan menggunakan ganja, apalagi dengan alasan "senior saya yang ngejual ganja" (amit-amit ada kejadian begini di FHUI) dan yang paling klasik selalu terjadi setiap tahunnya, soal MOS atau Ospek dengan perpeloncoan dengan alasan "saya dulu dibeginiin dengan senior, makanya saya balas ke junior saya".. Dua ilustrasi yang gw berikan merupakan contoh dari salah kaprah soal role model dan menjadi role model yang buruk bagi junior... Terus terang, kalau soal ospek gw gak punya niat sama sekali untuk balas dendam kepada junior gw dengan cara menjadi panitia ospek (mau itu tahun ini, tahun depan, atau dua tahun lagi). Gw memandang MABA saat ospek seakan mengingatkan kembali gw saat di ospek dulu dan rasanya sangat tidak enak, dimana kita hampir gak tidur karena tugas yang menumpuk sampai dibentak-bentakin saat hari-H. Gw gak mau junior-junior gw mengalami kesusahan seperti apa yang gw rasakan saat ospek. Sialnya, sedikit sekali senior-senior dan teman-teman seangkatan gw memiliki pandangan sebagaimana yang gw punya, dimana sebagian besar dari mereka memandang ospek sebagai bentuk 'pelampiasan' penderitaan semasa jadi MABA. Ibaratnya memandang ospek dari kacamata senior yang pernah dipeloncoin, bukannya memandang ospek dari kacamata MABA yang gak tau apa-apa..
Makanya, kenapa saat ada open tender atau staff recruitment proyek ospek, banyak senior atau teman-teman seangkatan gw semangat banget mendaftarkan dirinya dan divisi yang memungkinkan untuk ngebentak junior selalu ramai pendaftarnya. Gak heran juga kenapa ada anak yang kuliahnya males dan suka telat kalau masuk kelas bisa bangun pagi-pagi banget. Ada juga yang biasanya di organisasi atau proyek lainnya 'gak punya waktu' untuk rapat dan kerjaan, tapi selalu ngebelain waktunya untuk ikutan rapat, kerjaan, dan hari-H ospek. Yang bikin gw semakin prihatin, adalah ketika ada teman gw yang bilang "Gw pengen jadi komdis pas ospek nanti tahun depan atau dua tahun lagi, biar bisa dikenal dan ditakutin MABA" dan dia bilangnya saat masih duduk di semester 1 (padahal IKM belum tentu aktif). Inilah bukti dari role model yang jelas gak bisa ditunjukan oleh senior dan dipandang salah oleh junior.
Pandangan ini amat khas dan hampir gak bisa dihilangkan dari lingkungan/budaya sekolah negeri. Jangan heran kenapa perpeloncoan gak pernah hilang selama role model senior yang salah masih diperlihatkan kepada junior saat ospek.
Solusinya ? Jadilah role model yang positif. Aktif organisasi, IP dan IPK bagus, bergaul secara sehat sebenarnya uda cukup untuk membuat kita dikenal sebagai seorang senior. Lebih membanggakan mana, dikenal sebagai mahasiswa teladan yang IP-IPKnya bagus serta aktif berorganisasi, atau mahasiswa yang pernah bentak-bentakin junior, mencari-cari kesalahan junior disamping sisi positifnya, dsb... Tentu aja gw prefer dan pasti milih yang pertama meski kriteria tersebut gw akui gak bisa gw miliki secara sempurna (bahkan jauh dari kata sempurna)
Selain menjadi role model, menjadi seorang senior juga berarti kita diajak untuk rendah diri. Kadang, status senior disikapi secara berlebihan seakan-akan kampus punya gw dan MABA atau junior cuman numpang doang selama gw belum lulus, dsb. Salah kaprah lagi... Para senior (termasuk gw) perlu ingat bahwa kami cuman masuk duluan, apalagi masuk UI yang sesungguhnya merupakan 'keberuntungan' kami (mengingat kita bisa masuk UI karena peserta seleksi lain tidak sebaik kita). Soal lulus ? MABA bisa lulus duluan bos... Boleh bangga sekarang jadi senior, tapi 4-6 tahun lagi kita bisa 'dikencingi' oleh MABA dimana mereka sudah bekerja di lawfirm terkemuka sedangkan kita masih berjuang lulus mata kuliah PIH-PHI... Sarkasme ini merupakan sebuah peringatan kepada kita supaya jangan 'belagu' ketika jadi senior.
Sarkasme tersebut mengingat gw pada kata-kata seorang senior yang juga komdis (komisi displin) saat gw ospek dulu. Meski kata-katanya diutarakan dengan cara membentak, tapi esensinya luar biasa besar...
"Lihat kiri-kanan kalian ! Lihat teman-teman kalian !! Kenali mereka, karena siapa tau mereka yang disebelah kalian adalah bos kalian di masa mendatang !! Siapa tau pula mereka adalah anak buah kalian ! Lihat juga abang-mba di depan kalian ! Mereka bisa jadi bos kalian atau mungkin kalian yang menjadi bos mereka !! Makanya jangan sombong kalau jadi orang !! Cobalah untuk hormati siapa saja yang kalian temui !!"
Meski ngebentak, tapi gw akui, senior seperti ini pantas untuk menjadi role model bagi gw dan teman-teman lain semasa menjadi MABA dulu. Bentakannya memang gak pantas kita jadikan role model tapi kata-katanya perlu kita jadikan role model karena ada makna kerendahan diri di dalamnya termasuk belajar menghormati orang lain baik itu yang kedudukannya lebih tinggi maupun yang lebih rendah daripada kita.
Menjadi rendah rasanya seperti mengorbankan kehormatan kita apalagi untuk kapasitas seorang senior yang merasa dirinya perlu dihormati bukannya menghormati. Namun perlu diketahui, menjadi rendah yang notabene mengorbankan kehormatan kita, tentu akan dibalas dengan kehormatan pula dan kita akan memperoleh kehormatan dua kali lebih banyak ketimbang apa yang kita korbankan. Ibaratnya satu biji mati akan menghasilkan buah yang berkelimpahan seperti lagu pengiring perhentian terakhir jalan salib Tuhan Yesus.
Cara mendapat respect dari MABA ? Respect mereka !! Pasti mereka akan menaruh respect pada kita. Cara-cara ngebentak, pelonco, pamer kuasa senioritas ala ospek tidak akan mendapat respect dari MABA dan junior, justru benih-benih perlawanan akan muncul. Hal inilah yang gw alami saat menjadi MABA khususnya saat PMH. Ngebentak junior dengan alasan yang tidak jelas, dan bahkan mengeluarkan kata-kata kasar disikapi oleh kami dengan perlawanan. Puncaknya, pertemuan orang tua mahasiswa dengan pihak dekanant dijadikan sarana bagi orang tua mahasiswa mengadukan perlakuan 'tidak menyenangkan' senior. Pertemuan orang tua mahasiswa yang katanya "pertama kali" diselenggarakan dalam sejarah FHUI seakan menjadi suatu reformasi ospek ditahun-tahun yang akan datang.. Tradisi ospek keras yang telah berlangsung lama, terbongkar pada tahun 2014 disaat orang tua mahasiswa menyampaikan keluhan MABA-nya. Puji Tuhan, ospek tahun 2015 jauh tidak sekeras ospek tahun 2014 dan sebelumnya (demikian yang gw lihat dan dengar dari pengakuan teman-teman yang terlibat panitia ospek). Apresiasi ini ditujukan kepada dekan Fakultas Hukum, Prof. Topo Santoso, Manajer kemahasiswaan bapak Heru Susetyo, jajaran akademis FHUI, beserta teman-teman mahasiswa yang terlibat dalam panita ospek tahun ini. Meski gw akui masih ada bentakan tapi puji Tuhan tidak separah ospek gw tahun lalu. Adapun proses ini perlu ditingkatkan lagi pada ospek-ospek yang akan datang. Pada akhirnya, ospek pun ditutup dengan pelepasan balon harapan, sikap optimisme, dan senyum bahagia dari teman-teman MABA (jauh dari angaktan gw yang ospeknya ditutup dengan bentakan senior serta raut muka kucel dari MABA)
Esensi utama dari bacotan gw yang panjang-lebar ini ialah quote dari Uncle Ben saat Peter Paker atau Spiderman kehilangan kekuatannya dan mengalami konflik peran antara menjadi mahasiswa normal atau super hero yang mengorbankan kehidupan pribadinya.
"With Great Power, Comes Great Responsibility".
Dengan kekuatan yang besar, datang tanggung jawab yang besar.
Senioritas merupakan suatu bentuk kekuatan yang besar. Sampai detik ini, gw merasa belum pantas dipanggil 'abang'. Memang pantas dari segi usia maupun tahun masuk, tapi gw akui pengalaman gw masih sangat kecil ketimbang teman-teman lain. Di satu sisi, gw adalah seorang keturunan cina yang rasanya kalau dipanggil 'abang' (sebutan untuk kakak dalam masyarakat betawi) rada risih, tapi intinya adalah soal pengalaman. Kalau bikin CV rasanya kurang padat. IP-IPK dibilang pinter banget juga kagak, organisasi dikit dan gw cenderung mager.. Pokoknya gw merasa belum pantas dipanggil abang.
Gw gak tahu, apakah teman-teman MABA 2015 manggil gw 'abang' karena ikhlas atau paksaan hukum 3S serta budaya kampus, tapi gw mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman 2015 atas kepercayaannya menyematkan status 'abang' kepada gw.
Status 'abang' ini tidak gw maknai sebagai bentuk pengakuan teman-teman 2015 atas pengalaman gw yang "minim" ini, tapi gw maknai sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk berusaha menjadi senior yang lebih baik dan bisa mengarahkan teman-teman 2015 menjadi orang yang lebih baik... Kata-kata Uncle Ben akan gw pegang sebagai amanah dan perlu juga dipegang oleh teman-teman 2014 (yang baru menjadi senior di FHUI) ataupun abang-mba lainnya agar semakin amanah menjadi senior yang lebih baik bagi MABA-nya.
Selamat Datang di Kampus Perjuangan untuk Teman-Temanku FHUI 2015.
Kalian adalah Calon-Calon jurist dan Baik-Buruknya Hukum di Negeri Ini ada di Tangan Kalian !
Setuju bang
BalasHapusSetuju :)
BalasHapus